Masing-masing diberikan sarapan yang berbeda, ada yang diberi oatmeal, bubur ayam plus camilan kue putri salju, dan roti.

Empat puluh lima menit kemudian, gula darah mereka kembali diukur. Kehebohan terjadi saat peserta melihat kenaikan kadar glukosanya. Apalagi mereka yang berada di kelompok meja dengan sarapan bubur ayam dan putri salju. "Wah, kami terjebak di meja ini, ternyata kue ini yang bikin gula darah kami naik," ujar seorang jurnalis. 

Itulah cara cepat dan praktis dalam acara "Diskusi Sehat Bersahabat dengan Glukosa" di Jakarta. Orang langsung merasa dan sadar bahwa dari sanalah mereka tahu makanan yang dikonsumsi ternyata berpengaruh langsung pada kadar gula darahnya. Glukosa inilah yang menentukan potensi menjadi penyakit diabetes.

Diabetes atau penyakit kencing manis menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat saat ini. Diperkirakan jumlah penderita diabetes pada 2030 nanti bakal mencapai 21,3 jiwa. Untuk mencegahnya, perlu pengendalian kadar gula darah.

Menurut ahli nutrisi klinis Rumah Sakit Siloam Semanggi, Jakarta, Samuel Oetoro, penyakit diabetes ini fenomenanya seperti gunung es. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, ditemukan 12,5 juta jiwa menderita penyakit tersebut. Dan, jika masyarakat tidak menerapkan pola hidup yang sehat, ada kemungkinan jumlah penderita diabetes akan lebih besar lagi seperti perkiraan di atas. "Itu baru diabetes yang kelihatan, nah yang tidak kelihatan ini yang pra-diabetes. Sudah di ambang pintu ini berapa banyak," ujarnya.

Seseorang disebut mengalami pra-diabetes ketika kadar gula darahnya di atas batas normal, meski belum masuk diagnosis diabetes. Batas ambang masuk diabetes ditetapkan jika kadar gula darah mencapai 126 mg/dl atau lebih. Menurut dokter Samuel, pada kondisi puasa (belum makan), kondisi gula darah kurang dari 100 mg/dl. Jika kadarnya mencapai 100-125, itu sudah masuk status pra-diabetes. 

Jika makanan sudah dikonsumsi, wajar jika kadar gula darah akan meningkat. Namun, Samuel mengingatkan tentang kadar peningkatannya. Jika setelah dua jam diukur kadar gula mencapai 140 mg/dl, itu masih dikatakan normal. Tapi, jika lebih dari 140-199 mg/dl, itu sudah bisa dikatakan pra-diabetes dan kadar lebih dari 200 mg/dl pada dua jam setelah makan sudah masuk diabetes. 

Pengajar di Universitas Indonesia ini juga mengingatkan jika kadar gula darah setelah makan turun, seseorang juga perlu waspada. Apalagi jika mempunyai bakat atau keturunan penderita diabetes. "Bisa jadi ini ada kelainan di pankreas. Suatu ketika nanti pankreas akan kelelahan untuk memproduksi insulin," kata Samuel. 

Memang, salah satu faktor diabetes adalah keturunan (genetis). Tentu saja disertai pola hidup atau makan yang tidak sehat, seperti merokok, minum minuman beralkohol, malas berolahraga, dan sering stres. Saat ini kecenderungan yang meningkat adalah pola hidup dan makan yang tidak sehat. Diabetes, menurut dokter Samuel, akan membuat komplikasi yang menyebabkan gangguan, seperti metabolisme lemak, radikal bebas, penumpukan lemak, sel-sel syarat, dan fungsi imunitas. Untuk mencegahnya, Samuel menganjurkan agar dilakukan kontrol gula darah. "Batasi hanya 140 mg/dl." 

Untuk bisa tetap mengontrol glukosa, dia menganjurkan pola hidup sehat dan bugar. Caranya dengan rumus 5 S+S, yakni makan sehat, berpikir sehat, aktivitas sehat, istirahat sehat, lingkungan sehat, dan suplementasi. Untuk makan sehat, harus diperhatikan jumlah, jadwal, dan jenisnya supaya tidak berlebihan. 

Damai itu indah, begitu motto tentara di berbagai tempat. Nah, agar hidup menjadi indah, bisa pula kita berdamai dengan glukosa. Sebab, gula darah mempunyai fungsi membentuk energi di sel tubuh. Tanpa glukosa, tubuh tidak akan mempunyai tenaga atau energi. "Kalau tidak makan, malah bahaya bagi penderita diabetes. Oleh karena itu, tetap harus dikontrol," ujar Samuel. 

Bagi penderita diabetes yang memakai insulin, Samuel menganjurkan agar mengubah pola hidup. Dengan pola hidup yang sehat, kadar glukosa bisa turun sehingga dosis insulin pun bisa diturunkan. 


0 komentar:

Posting Komentar